TARAKAN - Dinas Perdagangan, Perindustrian, Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (Disperindagkop dan UMKM) Kota Tarakan berencana mengajukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Larangan, Pengawasan, Pengendalian Peredaran dan Penjualan Minuman Beralkohol (Minol). Revisi ini bertujuan untuk melakukan perbaikan dari segi aturan jual-beli serta hukuman yang dinilai ‘letoy’.
Kepala Bidang Perdagangan Disperindagkop dan UMKM Kota Tarakan, Untung Prayitno mengungkapkan, pihaknya telah menyiapkan draf revisi terhadap perda yang mengatur minol. “Iya kita memang ada rencana merevisi perda pengawasan peredaran minol itu karena ada beberapa pasal yang sudah tidak sesuai dengan situasi saat ini,” ujarnya.
Draf revisi yang sudah disiapkan, nantinya per pasal akan dibahas di sidang Prolegda (Program Legislasi Daerah, red.) yang akan diselenggarakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tarakan. “Mungkin kalau bagi kami belum tentu sama dengan (pemikirannya, red.) DPRD maupun pihak-pihak terkait lainnya, nanti dalam pembahasan itu pasti akan ada kesepakatan apakah beberapa pasal itu perlu dirubah atau diganti” ujarnya.
Pihak Disperindagkop dan UMKM Kota Tarakan mengaku telah bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya dalam pembuatan naskah rancangannya. “Sekarang sudah jadi, makanya nanti akan diserahkan ke Bagian Hukum Setkot Tarakan untuk dimasukkan ke dalam Prolegda tahun ini dan kami tinggal menunggu pembahasannya di dewan (DPRD, red.),” kata Untung.
Dijelaskannya, inti dari revisi tersebut diantaranya seperti penegasan kembali penjualan minuman beralkohol hanya untuk minum ditempat, baik golongan A, B dan C. “Jadi jualannya tidak ada dalam kemasan atau dibawa pulang lagi. Misal ada yang mau beli bir dan mau dibawa pulang, itu tidak boleh,” jelasnya.
Selain itu, dari sisi hukuman juga diminta untuk merevisi kembali. “Tapi inikan secara umum saja maka nanti dalam pembahasan akan lebih detail lagi,” kata Untung. Penjualan minol golongan B dan C yang terdaftar di Disperindagkop dan UMKM Kota Tarakan saat ini hanya ada 6 pengusaha yang boleh menjual dan itu hanya jenis hotel saja.
“Kalau golongan A karena sudah diserahkan kepada pihak KPPT maka kami belum terlalu jelas untuk golongan tersebut. Namun dari 6 penjual tersebut (golongan B dan C, red), satu diantaranya sudah tutup, yakni King Club, maka secara legalitas perizinannya tutup juga,” tegas Untung. Untung menambahkan, dari setiap perizinan yang terbit tidak bisa dialihkan kepada pihak lain karena perizinan minol ini melekat dengan nama tempat yang terdaftar sebelumnya.
Menanggapi hal itu, Rahman, salah seorang mahasiswa perguruan tinggi ternama di Tarakan menilai, revisi Perda minol tidak terlalu menjadi patokan. Yang lebih penting dari itu menurutnya adalah penegakan perda dijalankan untuk memberantas penyalahgunaan maupun penyimpangan dalam perdagangan maupun konsumsi minol. “Kalau mau diubah lagi mending tidak usah karena menurut saya penegaknya yang harus lebih tegas. Sedangkan Disperindagkop kan yang mengatur perdagangan dan perizinannya, harusnya lebih selektif dan teliti dalam mengawasi distributornya,” ujarnya. Menurutnya, perlu adanya kerjasama antara dinas teknis dengan instansi penegak aturan yang lebih erat untuk dapat menjalankan peraturan yang telah dibuat. “Kalau dinas dan Satpol PP tidak bisa klop, buat apa direvisi toh nanti paling hasilnya sama saja,” singkatnya.
Sumber : AGUS SUGIYANTO
Terbit : 29 Januari 2013
Informasi : pesanredaksi@gmail.com
0 komentar:
Post a Comment